Jumat, 02 Oktober 2020

BERCINTA DENGAN WAKTU

Tri Fatchu Yusrinawati 
(Slb Siswa Budhi Surabaya)

         Sore ini, tidak seperti sore biasanya. Hati bercampur aduk seakan hangatnya senja serasa membawa hujan. Dengan menunggangi motor tua, ku kuatkan hati melaju kearah matahari terbenam. Nafasku naik turun, pikiranku melesat kembali ke 10 tahun yang lalu.

“Hai Dhek, ayo masuk kelas”, ajak Nani.

Kakiku langkahkan menuju kelas. Saat didepan kelas langkahku terhenti.

Buset !, siapa yang duduk dibangkuku, pikirku.

“Hhmmm, kenapa juga kelas elektro pindah dikelasku”, gumamku.

 Akhirnya duduklah aku dipojok paling belakang bersama Nani teman sekelasku. Saat aku ngobrol dengan Nani, mataku tertuju pada sosok yang duduk dibangkuku. Dadaku berdegup kencang. Cowok itu yang sudah cukup lama mengganggu mataku. Sorot mataku tajam memandang dia.

            “Hei, kenapa buka-buka buku orang”, tanyaku dengan suara keras.

            “oh, ini buku kamu, maaf, aku tidak bermaksud lancang”, ucapnya.

            “Sini kembalikan”, pintaku.

Dengan sopan dia mengembalikan buku puisiku.

“Sopan juga sikapnya. Semoga dia tidak membaca halaman itu”, gumamku.

 -------- 000 --------

        Waktu istirahat tiba, hari ini capek banget, tidak ada kelas kosong. Aku menuju kantin belakang. Tiba-tiba aku berpapasan dengan cowok tadi. Kenapa saat melihatnya, aku jadi ingin tahu tentang dia. Mataku mulai sering mencuri pandang padanya. Cowok terlihat biasa tapi punya sikap yang luar biasa.

            “Aduh, Tuhan, siapa, sih, dia itu !” ucapku lirih.

Sejak kejadian dikelas tadi, mengapa aku jadi gugup bila memandangnya?

            Ah, sial.Sikapnya yang sopan sudah membiusku untuk selalu memikirkannya.

Kumakan ote-ote, dengan pikiran yang penuh dengan dirinya. Aku berusaha melupakannya. Tapi susah, tetap saja kepikiran meskipun sesekali.

            Aduh, siapa, sih, dia itu?

Setahuku, dia satu sekolah denganku, tapi tidak sekelas. Cuma itu, tapi aku tidak tahu siapa namanya dan dari kelas apa dia. Tapi kenapa aku tertarik padanya?

            Ah, ngapain juga ku pikirin! Emang, siapa dia?

Aku kembali ke kelas untuk melanjutkan sisa pembelajaran hari ini.

 -------- 000 --------

             Goooolllllll ! Gemuruh teriak teman-teman supporter. Hari ini ada pertandingan bola antar kelas. Tapi aku malas keluar kelas. Ku buka buku puisi dan mulai menulis. Tiba-tiba ada yang mencolek lenganku.

            “Hei, kenapa disini? Terdengar suara dari arah kananku.

            Tidaaaakkkk ! Bagaimana ini, aduh, tolong Tuhan, teriakku dalam hati.

Mukaku memerah, bibirku bergetar. Rasanya ingin lari saja. Kenapa dia tiba-tiba ada di sampingku. Padahal tadi si Nani .

            “Nani mana, sih”, gumamku.

 Tiba-tiba cowok itu mengulurkan tangannya. Aku jadi malah bingung dan salah tingkah.

            “Masry kelas XI-E”, ucapnya.

Bergegas aku pergi meninggalkanya, tanpa menyambut jabat tangan itu. Semoga rasaku tak terbaca olehnya.

 -------- 000 --------

     Aku duduk dikantin, Dadaku yang masih bercampur aduk rasanya. Antara malu, senang dan entahlah.

            “Ada apa, Dhek ?” tanya Nani.

            “Kamu tadi kemana, Sih?” tanyaku.

            “Maaf, aku tadi habis di panggil pak Sunu”, jawab Nani.

            “Aduh, bilang kalau mau pergi”, ucapku.

            “ Maaf, ada pa?” tanya Nani.

Aku menceritakan apa yang telah terjadi dikelas.Nani bilang, Masry harusnya kelas XII, tapi dia tidak naik kelas. Jadi sekarang dia seangkatan dengan kita. Masry beragama Nasrani, dia juga ketua kerohanian.

Itulah harinya, hari aku tahu namanya. Cowok yang sudah cukup lama mencuri perhatianku. Wajahnya biasa aja tapi sikap sopannya sudah mencuri hatiku.

            Oh, ya, aku sering melihat dia masuk ruang bu Agnes, ternyata dia Nasrani! Tapi benar-benar tidak terlihat kalau dia Nasrani.

 --------000--------

            Setelah hari itu, Masry jadi sering ke kelasku. Kelas kita tidak jauh, hanya dipisahkan lorong menuju musholah. Senang sekali, aku tidak perlu mencari-cari dia. Seperti hari ini, dia masuk kelasku dan tiba-tiba meletakkan sebuah buku didepanku.

            “Baca dirumah, kalau sempat”, ucapnya.

            “Apa ini? tanyaku.

Tanpa memberi jawaban, dia meninggalkan kelasku. Tinggal aku yang melongo kebingungan.

 -------- 000 --------

 

            Brak, kujatuhkan badan di kasur. Hari ini capek sekali, kulepas sepatu dan tas yang sudah menyiksa bahuku. Tiba-tiba aku teringat buku dari Masry. Aku cari buku yang diberi oleh Masry, tapi tidak ada. Kuputar otakku, dimana buku itu tadi? Barang-barang didalam tas berserakan di kasur. Ku cari lagi buku itu dengan lebih teliti. Mata ku buka lebar-lebar. Akhirnya dengan kekuatan penuh, dapat ku temukan buku itu.

            Kasur ku bersihkan dari barang-barang sekolah. Aku buka buku itu sambil rebahan diatas kasur. Nikmatnya, pikirku. Setelah seharian berkutat dengan buku pelajaran dan celoteh guru.

            Dadaku berdegup kencang, ternyata isi didalam buku tersebut adalah sepucuk surat . Surat itu ditulis dengan tinta warna warni. Aku tertawa lirih. Rapi juga tulisannya, pikirku. Mulai ku baca, kata demi kata isi surat nya,

 

Kepada Gadis Putih-Abuku

 

Menuai pagi, menata nafas,

Sembari menatap gadis berseragam putih abu,

Meniti tiap rindu, menjaring nafas-nafas cinta.

 

Sedikit menguak dalam relung hati,

Yang kian hari teradang oleh rasaku padamu.

 

Hai gadis putih-abuku,

Izin kan penaku menjadi gambaran hatiku padamu.

 

Aku disini ingin mengungkapkan,

Bahwa aku PECINTA-mu,

Aku mencintaimu bak rama kepada sinta.

 

Jangan biarkan rasaku, menunggu terlalu lama,

Karna Cintaku tak ingin padam padamu.

 

Dari PECINTA-mu.

 

Di tiap sisi kertas ada hiasannya, dibuat dari spidol warna. Gambarnya aneh tapi aku suka. Setelah kubaca surat itu, entah kenapa. Tiba-tiba mataku bocor, air mengalir tak terbendung. Ada rasa bahagia dan rasa sedih melanda hatiku.

            Aku menerawang jauh, menembus langit-langit kamarku. Ya Tuhan, kenapa rasa ini ada di situasi yang tidak tepat. Perih seperti teriris pisau.

            Saat aku menggenggam tasbih, tapi dia menggenggam rosario. Aku mendiami masjid dan dia mendiami gereja. Tekun ku baca Al-Qur’an dan dia membaca Injil. Aku berdoa dengan menengadahkan tangan dan dia berdoa dengan menggenggam tangan.

Makin perih hati ini. Di mana tempat yang kelak akan menyatukan kita, sedangkan jurang perbedaan ada di depan mata. Meski tak dapat ku pungkiri hati ini tertuju padamu.

 --------000--------

      Tiinnn, tiinnn, tiiinnn !Suara klakson memekakkan telinga. Aku terhenyak kaget, lamunanku buyar. Tanpa sadar ku usap mata yang masih basah. Ku lanjutkan perjalanku. Tinggal dua blok lagi, pikir ku. Aku kuatkan diri, karena hari ini adalah hari yang aku rindukan.

10 tahun aku mencari keberadannya. Setelah hari kelulusan, aku tak pernah tahu kabar Masry. Dia seperti hilang dari bumi ini. Aku mencari kabarnya lewat teman-teman, facebook, instagram. Tapi tak ku temukan keberadaannya. Sedang apa, dimana dan bersama siapa dia? Apakah Masry sudah punya pasangan atau masih sendiri atau sudah tiada. Pertanyaan itu selalu menghantuiku.

-------- 000 --------

       Motorku berhenti di depan restaurant Wapo. Ku lempar pandangan kesekitar area restaurant. 

“Apakah dia sudah datang ?” tanyaku dalam hati.

             Motor ku parkir dengan berlahan, bukan karena aku tak mampu menguasainya. Tapi karena aku masih mengatur hatiku. Apa nanti yang akan aku lakukan saat bertemu dia, seperti apa dia sekarang. Apakah aku masih mengenalinya. Ada rasa takut, jika dia tidak mengenaliku.

            Dua hari lalu tanpa sengaja namanya muncul di laman facebook ku. Aku benar-benar tidak percaya. Tuhan mempertemukan kami. Setelah obrolan panjang dimassangerakhirnya kami membuat janji untuk bertemu.Ku lepas jaket biru yang selalu menemani pengembaran dalam menyusuri kerasnya jalanan. Ada rasa perih didada. Tenggorokanku mengering. Ku telan ludah berkali-kali. Aku berjalan kedalam restaurant. Bagaimana jika dia sudah berkeluarga. Pikiranku melanglangbuana. Sambil lirih ku panjatkan doa,

            “Tuhan, kumohon bantu aku untuk melewati hari ini”.

            “Berilah yang terbaik”.

Aku rapikan rambut dan pakaian. Ku mantapkan langkah kaki menuju restauran.

 -------- 000 --------

         Aku memilih tempat duduk disudut ruangan. Kuharap dia cepat datang dan duduk didepanku. Badannya yang tegap dibalut jaket biru dan celana jeans hitam. Harum aroma tubuhnya menggoda hidungku. Sebuah topi hitam sedikit menutupi wajahnya. Kujabat tangannya, badanku yang semula dingin tiba-tiba menjadi hangat. Rasa apa ini?  Dimana, apakah dia masih mempunyainya?Sikap sopan itu, saat SMA selalu menggoda mataku untuk memandanginya tanpa lelah. Kapan topi itu dibuka, ayo buka donk, harapku. Seperti tersihir oleh pintaku, dia tiba-tiba membuka topi dan menyibakkan poninya. Seperti melayang dan menari-nari di awang-awang. “Dia tidak berubah sedikitpun”.Tuhan, hayalan apa ini?

Aku masih sabar menunggunya. Masih beberapa menit, pikirku. Selama 10 tahun aja aku mampu. Masry tau kah kau sejak saat itu dan sampai saat ini aku masih memikirkanmu,. Aku masih merindukanmu, ucapku dalam hati. Apakah dia juga masih punya rasa yang sama?Aku mampu berjalan hanya dengan kenangan. Aku masih selalu berharap pada waktu dan berkawan dengan rindu.

Masry, aku menunggumu!

 --------000--------


BELAJAR TANPA BATAS

TERIMA KASIH


Tidak ada komentar:

Populer